Cupu Manik Astagina: Sebuah Novel

Jumat, 04 Oktober 2013

Judul               : Cupu Manik Astagina
Penulis            : Ardian Kresna
Tebal              : 454 halaman
Tahun Terbit    : Februari 2012
Penerbit          : Diva Press

Kisah cupu manik astagina dalam pewayangan Jawa, sudah cukup dikenal dan didengar ceritanya. Hanya saja kadang kita hanya mendengar kisahnya secara sepotong-sepotong. Nah, di novel yang berjudul sama, Ardian Kresna, si penulis berusaha menyajikannya dalam bentuk cerita yang mengisahkan cerita tentang si cupu keramat dari awal hingga akhir. 

Cupu manik astagina merupakan benda pusaka yang diberikan Batara Surya kepada Dewi Indradi. Mengapa disebut benda pusaka? Karena di dalam cupu ini terdapat cermin untuk melihat segala kejadian baik di bumi mau pun langit hingga langit tingkat tujuh. Ih, keren banget ya ini cupu. Karena itu Batara Surya sudah berpesan padasang dewi untuk tidak memberikan cupu ini ke sembarang orang. Sayangnya, hal tersebut tidak diindahkan oleh sang dewi, Dewi Indradi malah memberikan cupu ini kepada putrinya, Dewi Anjani.

Demi melihat kakaknya yang asik bermain dengan cupu, kedua adiklelaki Dewi Anjani pun ingin melihat seperti apa cupu tersebut. Singkat cerita, terjadilah perebutan antara 3 bersaudara, sehingga membuat ayah mereka, Resi Gutama murka. Karena kemurkaannya itu, istrinya berubah menjadi arca dan ketiga anaknya menjelma menjadi monyet sebesar manusia. Kelak kedua putra sang resi akan dikenal dengan nama Sugriwa dan Subali.

Terlepas dari cerita yang fantastis tentang dewa-dewi dan kesaktian yang luar biasa. Kisah pewayanga memang sarat dengan  hikmah yang terkandung. Pada kisah Cupu Manik Astagina ini pun banyak sekali terkandung pesan-pesan moralyang masih relevan untuk zaman sekarang. Salah satunya adalah tidak ada satu kebikan pun atas nama keserakahan.

Keserakahan tiga bersaudara memperbutkan cupu pusaka ini membawa petaka bagi kehidupan mereka yang tentram dan damai. Wujud mereka pun berubah menjadi monyet. Keserakahan atas hadiah berupa istri yang cantik, membuat Sugriwa dan Subali saling bertarung, mereka pun melibatkan rakyat kedua kerajaan untuk bertarung demi ambisi itu. Duh, raja macam apa itu melibatkan rakyat untuk berperang demi wanita. Dan yang lebih fatal dari semua, Subali tega menyakiti adiknya sendiri.

Akhir dari cerita di novel pun berlangsung tragis, Subali yang kehilangan ajian pancasona karena terbjuk rayu oleh mulut manis Dasamuka. Oh ya, bahkan terlena oleh pujian pun sudah ada sejak dulu ya, dan dampak yang ditimbulkan pun tidak baik. 

Membaca novel Cupu Manik Astagina ini mempermudah pembaca untuk mengerti tentang cerita secara utuh. Jujur saja sih, walau pun berdarah Jawa tulen, bukan berarti saya mengerti semua cerita pewayangan yang ada. Sehingga, novel pewayangan semacam ini membuat saya dapat memahami ceritanya dengan baik.
2 komentar on "Cupu Manik Astagina: Sebuah Novel"
  1. Iya saya pernah membaca komiknya waktu SMP jeng.
    Dalam dunia pwayangan sesungguhnya banyak pelajaran yang kita serap. Persaudaraan bisa hancur akibat cemburu, isi dengki dan keserakahan.

    Resi Gutama sesungguhnya cemburu kepada isterinya yang mendapat hadiah cupu dari orang lain.

    Apik resensinya. Jika dilengkapi dengan sedikit ulasan tentang karakter tokoh yang menonjol disertai evidence tentu akan lebih ciamik

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  2. hmmm terlena oleh pujian ya, mba? moral of the storynya bagus. kalo pewayangan aku jarang baca. dulu ngrasanya ya kisah pewayangan susah dipahami. tapi kalo bahasanya enak, mau deh nyobain baca :D

    BalasHapus